
SumselNews.com, Palembang-Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Selatan (Sumsel) merilis pada kurun satu tahun terakhir dalam rentang waktu September 2021-September 2022, angka kemiskinan di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) turun sebesar 0,84 persen dari sebelumnya 12,79 persen menjadi 11,95 persen.
Kepala BPS Provinsi Sumsel, Dr Zulkipli mengatakan, berdasarkan rilis resmi BPS Sumsel, jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumsel turun sebanyak 61,62 ribu orang dari yang sebelumnya berjumlah 1.116,61 ribu orang menjadi 1.054,99 ribu orang. Jika dibandingkan pada periode Maret 2022.
“Persentase penduduk miskin di daerah perdesaan per September 2021 turun dari 13,28 persen menjadi 12,31 persen pada Maret 2022. Dan pada September 2022 turun lagi menjadi 12,30 persen,” katanya
Lanjutnya, peranan komoditas makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan kelompok bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan).
“Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan (GKM) terhadap Garis Kemiskinan (GK) September 2022 tercatat sebesar 73,98 turun jika dibandingkan kondisi Maret 2022 sebesar 74,34 persen, dan turun jika dibandingkan kondisi September 2021 yang sebesar 74,16 persen,” ujar Zulkipli
Zulkipli mengungkapkan, komoditas makanan yang berpengaruh besar terhadap Garis Kemiskinan di perkotaan relatif sama dengan di perdesaan, diantaranya adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging ayam ras, gula pasir, mie instan, cabe merah, bawang merah, dan kopi bubuk & kopi instan (sachet).
Sedangkan komoditas bukan makanan adalah perumahan, bensin, listrik, pendidikan, perlengkapan mandi, kesehatan, dan perawatan kulit, muka, kuku, rambut. “Pada periode September 2021 – September 2022, maupun periode Maret 2022-September 2022, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) sama-sama mengalami penurunan kemiskinan,” ungkapnya
Beda Data dan Pandangan
Tingkat kemiskinan pada tahun 2022 di Sumatera Selatan disebut meningkatkan dibanding 2021. Pada 2021 kemiskinan ekstrem Sumsel tercatat di angka 3,14 persen, sedangkan di 2022 meningkat menjadi 3,19 persen.
Dari data kementerian keuangan yang diterima detikSumut, Selasa (10/1/2022), di tahun 2022 Sumsel memegang angka nomor dua tertinggi tingkat kemiskinan ekstrem yakni di 3,14 persen, dimana di atasnya pada peringkat pertama ada Bengkulu di angka 3,61 persen.
Kepala Ditjen Perbendaharaan Lydia Kurniawati Christyana mengungkapkan, jika tingkat kemiskinan di Sumsel termasuk urutan paling tertinggi di seluruh provinsi di Sumatera, bahkan rata-rata di tingkat nasional sekali pun.
“Tingkat kemiskinan (di Sumsel) ini lebih tinggi dari Sumatera bahkan nasional yang hanya 2,04 persen,” kata Lydia Kurniawati Christyana kepada wartawan di Palembang.
Untuk di bawah Sumsel yakni Aceh 2,95 persen, kemudian Lampung 2,29 persen. Selanjutnya di bawahnya lagi ada Sumatera Utara 1,41 persen, Riau 1,4 persen, Kepulauan Riau (Kepri) 1,2 persen dan Jambi 1,16 persen. Di bawah Jambi, ada Bangka Belitung (Babel) 0,82 persen dan terakhir terendah di Sumatera Barat (Sumbar) 0,77 persen. Dirilis DetikSumut.com
Terkait hal itu, menurutnya, meski dana bantuan sosial yang digelontorkan di Sumsel sangat besar, hal itu yang belum dapat seluruhnya mengentaskan angka kemiskinan ekstrem di Sumsel. Kalaupun ada kontribusinya, lanjut dia, itu juga mungkin sangat tipis dan tentunya patut dilakukan pengkajian ulang.
Dalam hal itu juga tercatat program perlindungan sosial yang dialokasikan untuk Sumsel cukup besar pada 2022 lalu. Diantaranya, BLT BBM Rp 1330,70 triliun, BLT desa Rp 2,56 triliun, PKH Rp 858,25 miliar.
Kemudian ada juag, bantuan sembako Rp 1,15 triliun, BLT minyak goreng Rp 144,45 miliar dan BSU Rp154,85 miliar yang ditujukan ke penerima manfaat mulai dari orang tua, anak sekolah, lansia bahkan disabilitas.
“Sangat besar dana yang dialokasikan tapi kemiskinan ekstrim meningkat. Kalaupun turun angka kemiskinan turunnya sangat tipis. Artinya apa yang perlu di kaji ulang,” katanya.
Bantuan sosial yang ada itu, katanya, memang membantu meningkatkan pendapatan masyarakat. Namun, tidak memberdayakan untuk membangun kemandirian ekonomi.
“Cukup peningkatan pendapatan, tetapi tidak pemberdayaan masyarakat,” imbuhnya.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Gubernur Sumsel Mawardi Yahya meminta ke pemkot/pemkab di Sumsel untuk turut serta berupaya menurunkan angka kemiskinan di daerah masing-masing.
“Kami berharap di tahun 2023 angka kemiskinan bisa berkurang, yakni salah satunya dengan mengoptimalkan peran pemkab dan pemkot,” kata Wagub Mawardi.
Dalam menjalankan program itu di 2023 ini, dia berharap berbagai pihak harus benar-benar masuk dan fokus ke teknis permasalahannya, sehingga diharapkan nantinya dapat menghasilkan realisasi yang jelas ada peningkatan atas penurunan angka kemiskinan tersebut.
“Selain meminta pemkab dan pemkot mengoptimalkan perannya, kami juga telah memberikan arahan kepada seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) terkait dalam penanggulangan kemiskinan yang bisa mendukung upaya penurunan angka kemiskinan,” tambahnya.
Disamping itu, Mawardi menyebut ada sejumlah masalah yang harus mendapat perhatian dan tindak lanjut OPD terkait, diantaranya Program Kementerian yang ada di daerah harus dimanfaatkan dengan maksimal serta program-program yang mengarah pada penanggulangan kemiskinan harus dimaksimalkan agar kesejahteraan rakyat meningkat.
“Kami terus memfokuskan pelaksanaan program mempercepat tercapainya kesejahteraan rakyat, sehingga nantinya diharapkan berdampak langsung pada turunnya angka kemiskinan di provinsi ini,” jelas Wagub.